Yuriko Koike : Habis Tsunami, Terbitlah Matahari

Diposting oleh alexandria joseph | 18.17


Di Jepang, kematian diperingati 49 hari setelah si mati menghadap Yang Kuasa. Mereka yang ditinggalkan tenggelam dalam suasana berkabung. Jumlah korban dari gempa bumi dan tsunami di wilayah Tohoku, arah timur laut Jepang, mencapai 30.000, termasuk yang masih hilang. Dalam sejarah negeri ini, bencana lalu itu adalah yang terhebat. Seluruh negeri masih berduka.

Pada masa perkabungan, stasiun televisi menghindari menayangkan program remeh-temeh dan iklan teramat menyolok demi menghargai perasaan para pemirsa. Peristiwa hanami, atau perayaan mekarnya sakura, kegiatan yang sungguh dicintai oleh bangsa Jepang, dibatalkan. Banyak pentas musik dan pertandingan olahraga pun ditunda atau dibatalkan. Namun, anehnya, konser musik yang menampilkan Cyndi Lauper, seorang penyanyi Amerika Serikat, adalah satu-satu acara yang tetap dilangsungkan.

Simpul erat yang mengikat seluruh bangsa Jepang, umum disebut dengan kizuna, menghasilkan solidaritas tinggi dalam menghadapi masa kelam seperti sekarang. Salah satu kebajikan dari tradisi kizuna terpancar dari bagaimana orang berlaku. Banyak warga tak sanggup bersikap sebagaimana lazimnya karena dibayangi rasa kehilangan begitu banyak warga sebangsa. Selain itu, lebih dari 200 ribu lain masih menghadapi masalah pelik di pengungsian.

Namun, muncul kekhawatiran jika ikatan kizuna terus mengungkung ekonomi Jepang, yang seharusnya pulih secepat mungkin. Kebangkitan ekonomi tak saja menguntungkan penduduk Jepang, tapi juga mampu menyelamatkan negara-negara Asia dari krisis. Sebabnya, Jepang punya peranan penting dalam rantai produksi.

Kuatnya jalinan kizuna serta mentalitas perkabungan telah mendorong berkurangnya konsumsi secara tajam. Industri pariwisata telah begitu keras dihantam karena para pelancong enggan masuk Jepang. Sejumlah besar pemandian air panas di Tohoku, yang sehari-hari disesaki wisatawan dan tak terganggu gempa bumi serta tsunami, juga menjadi korban bencana. Di sisi lain, gunjingan tak berdasar yang menyatakan bahwa seluruh negeri terjebak radiasi nuklir telah pula menurunkan angka wisatawan asing.

Ribuan rapat dan pesta di Tokyo dibatalkan. Hal ini tak hanya mempengaruhi tingkat hunian hotel dan penginapan, namun juga industri minuman beralkohol serta makanan dan minuman. Industri rumah makan kian terpojok. Kini, memesan tempat di rumah makan bintang tiga sangat mudah. Kendati upaya keras untuk menjaga isi lemari penyimpan dilakukan di tengah kurangnya pasokan listrik, para pelanggan tetap menunda kunjungan.

Sementara itu, calon pembeli yang biasanya mengantri demi mendapatkan air bersih dan kertas toilet di pasar swalayan tak lama setelah bencana melanda kini tak lagi ramai. Kecenderungan untuk tak membeli barang-barang, kecuali yang berhubungan dengan darurat bencana, tak hanya terjadi di Jepang bagian timur. Tren sudah menjangkau seluruh Jepang. 

Konsumsi yang diperketat memang terjadi pada masa ketika ekonomi Jepang telah lunglai. Ekonomi Jepang, yang memang bergerak lamban selama dua dekade, terhempas semakin jauh bahkan sejak krisis 2008 yang dipicu oleh kebangkrutan Lehman Brothers timbul. Kini, gabungan deflasi berkepanjangan serta pukulan akibat bencana alam memperparahnya.

Pada akhir April nanti, tepat 49 hari Jepang dihantam gempa bumi dan tsunami, yang terjadi pada 11 Maret. Gangguan pada ekonomi setidaknya akan berlangsung hingga tanggal itu. Pada tahun 1995, Jepang membutuhkan waktu setahun untuk mengembalikan konsumsi ke titik normal akibat gempa bumi Kobe. Kehancuran yang saat itu menyebar telah pula menciptakan tingkat permintaan yang tinggi. Dan hal serupa akan berulang.

Tuntutan besar kelak muncul dari sektor konstruksi, yang berhubungan dengan pembangunan rumah darurat serta rekonstruksi kota-kota hancur. Kebinasaan yang ditaksir bernilai ¥25 triliun juga berpotensi memunculkan permintaan rekonstruksi dengan nilai yang hampir sama.

Pemerintah Jepang didesak berpikir komprehensif dan kreatif. Jika kota-kota yang kekurangan penduduk, sebelum hancur oleh bencana, mampu bertransformasi, kota-kota itu dapat menjadi penanda kebangkitan sebuah model baru pembangunan daerah yang akan mengelak dari ekonomi Tokyo-sentris.

Lahan-lahan pertanian yang sebelumnya digarap oleh kaum renta yang tanpa penerus dan terbagi ke dalam bidang-bidang teramat kecil, kini telah lowong dan membuka jalan bagi munculnya pertanian skala-besar. Demikian pula halnya dengan bisnis perikanan yang dikelola secara perseorangan. Para nelayan memiliki penerus potensial yang memilih karir lain. Sekarang, mereka dapat disatukan dan diorganisasi ulang. Hasilnya, mereka dapat diuntungkan dengan skala ekonomi lebih besar.

Dan mungkin yang terpenting adalah bencana nuklir telah memberikan gambaran bahwa energi terbarukan yang aman memang dibutuhkan. Pemerintah saat ini berencana menciptakan daya listrik dengan menggunakan pembangkit bertenaga matahari dan angin pada daerah yang terkena bencana.

Namun, ekonomi Jepang telah lama terjerembap akibat regulasi berlebihan serta ketaatan keras kepala pada peristiwa masa lampau. Jadi, jika memang berharap bisa keluar dari kengerian akibat bencana yang dialami penduduk Tohoku, yang paling dibutuhkan pada saat ini adalah kepemimpinan yang gamblang dengan rencana pembangunan ulang yang jelas dan matang. 

Cara terbaik menghormati mereka yang kehilangan nyawa adalah menciptakan Jepang gaya baru, bukan hanya memulihkan kota-kota serta ekonominya ke kondisi sebelumnya yang memang telah merosot.

Yuriko Koike adalah mantan menteri pertahanan Jepang serta penasihat keamanan nasional. Ia kini mengepalai Dewan Eksekutif Partai Demokrat Liberal. Diterjemahkan dari laman Project Syndicate.
• VIVAnews


Labels:




0 komentar
Photobucket